Breaking News

Sosial

Technology

Life & Style

Kesehatan

Thursday, July 14, 2016

Pesan Positif Dari Film "NGENEST"


NGENEST

Seharian ini benar benar job ga ada alias sepi..!! tapi ga papa karena di jam 10.11 WIB tadi tiba tiba HP ku bunyi seperti ada pesan yang masuk teruus langsung deh saya ambil HP tersebut kemudian baca pesan tersebut ternyata isi nya WOIILLAA pemberitahuan dari BUKALAPAK kalo duit pembayaran barang dari pembeli sudah masuk rekeningku AHAMDULILLAH, lumayan buat beli beras & bensin..


Ketimbang bengong ga ada job servis PC & LAPTOP langsung aja saya ambil sapu buat bersih bersih rumah ahamdulillah 15 menit kelar deh & cliiing rumah pun bersih (Menurut Saya lho), nah karena bersih rumah udah, sholat duhur udah, makan udah, truus langsung aja deh lanjutin ngerjain PR selanjutnya yaitu nonton FILM lagiii tentunya di laptop jadul tercinta..

Kemarin kan udah nonton Fiosofi Kopi nah hari ini ada 3 judul film lagi yang belum di tonton : Ngenest, Youtubers, & Comics 8 Casino Kings Part 2, pilihan pertama jatuh ke film Ngenest yang menurut feeling saya nih rada renyah nih fim buat di tonton siang2 yang cuaca nya lagi hot banget..

Berikut ini Review nya ala saya :

“Kadang hidup perlu ditertawakan”, tagline dari film “Ngenest” ini sedikit banyak mewakili keseluruhan 90 menit cerita yang mengangkat tentang perjalanan hidup Ernest Prakasa, yang juga diangkat dari trilogi bukunya. Ernest yang mengawali karier entertainment sebagai seorang komika, merangkap “jabatan” dalam film ini (yang bisa dibilang merupakan proyek pribadinya) sebagai penulis skenario, sutradara, dan tentu saja sebagai pemeran utama (kan filmnya tentang dia). Begitu kear nonton fim ini satu kata yang dapat saya kemukakan mengenai film ini, “cerdas”. 

Menilik sekilas mengenai jalan cerita film ini, tentu kebanyakan orang akan berpikir, “film tentang diri sendiri, narsis amat”, “buset jalan ceritanya nyeritain hidup dia dari lahir  sampe sekarang”, terlepas dari isu utama yang Ernest angkat mengenai “nasib” dirinya sebagai kaum minoritas(Cina). Faktanya, tidak banyak orang “beruntung” dapat berkisah dan memfilmkan kehidupan pribadinya untuk disaksikan oleh ribuan orang, dan Ernest tahu betul akan “keberuntungan” itu dan memanfaatkannya dengan apik.

Film komedi "Ngenest" 2015 bercerita tentang seorang  Ernest, dia merupakan seorang keturunan Cina yang merasakan beratnya hidup dan dia juga sering dibully oleh teman-teman sekolahnya sejak dia masih SD. Menjadi korban bully membuatnya bertekad bahwa keturunannya kelak tidak boleh mengalami nasib yang sama. Untuk itu, dia berikrar untuk menikahi perempuan pribumi, dengan harapan agar anaknya kelak tidak mengalami kemalangan yang ia alami.

Sebenarnya penampilan fisiknya cukup bagus dan mencerminkan orang Cina kebanyakan berulit putih, mata sipit. akan tetapi terlahir dengan mata sipit dan kulit putih menjadi kerugian baginya. Sejak hari pertama menginjakkan kaki di SD, dia langsung terkena bully atau ejekan oleh teman temannya . Hal ini berlanjut terus hingga SMP. Di SMP, dia mencoba cara yang berbeda, yakni berusaha berkawan dengan para pembully, dengan harapan bila ia berhasil berbaur, maka ia tidak akan jadi korban bully. Sayangnya, cara ini pun gagal.

Hingga pada suatu ketika Ernest berpikir bahwa ini adalah nasib yang harus ia terima. Tapi ia sadar bahwa ini tidak harus dialami oleh keturunannya kelak. Ia harus memutus mata rantai, dengan cara menikahi seorang perempuan pribumi, dengan harapan kelak ia akan memiliki seorang anak pribumi. Rencana ini ditentang oleh sahabatnya sejak SD, Patrick, yang merasa cita-cita Ernest ini  sangat aneh. walaupun bisa terkabul juga cita-citanya.

Seirin waktu berjalan, dan dia sudah masuk kuliah sampai semester 3, barulah dia berkenalan dengan gadis cantik bernama Meira, seorang gadis Sunda/Jawa yang seiman dengannya. Perkenalan mereka berlangsung cukup mulus, tapi masalah timbul saat Ernest bertemu dengan ayah Meira yang sama sekali tidak menyukai anaknya berpacaran dengan seorang Cina, karena ia pernah nyaris bangkrut akibat ditipu oleh rekan bisnisnya yang juga Cina. Tapi akhirnya Ernest berhasil mencuri hati calon mertuanya, dan setelah berpacaran selama lima tahun, mereka menikah.

Setelah menikah, ternyata Ernest memiliki sedikit kekuatiran. yaitu apabila kelak anak mereka terlahir persis sang ayah. Bagaimana bila ia tetap gagal mencegah anaknya dari ejekan teman temannya. Segala ketakutan ini membuat Ernest menunda-nunda keinginan memiliki anak. Di sisi lain, Meira yang sudah didesak orangtuanya juga, ingin segera memiliki anak. Setelah melalui berbagai pertengkaran, akhirnya Ernest mengalah karena takut kehilangan Meira. Dua tahun setelah menikah, Meira hamil.

Semakin membesar perut Meira, semakin besar rasa takut yang menghantui Ernest. Puncaknya ketika Meira sudah mendekati tenggat melahirkan, tekanan semakin tinggi, Ernest pun stress sehingga melakukan kesalahan besar di kantor yang membuatnya dimaki oleh boss. Tidak kuat menghadapi tekanan bertubi-tubi, Ernest melarikan diri ke tempat di mana ia dan Patrick biasa bersembunyi selagi mereka kecil.

Akhirnya Patrick menemukan Ernest di sana, dan menyadarkan Ernest untuk segera ke rumah sakit. Dengan terbirit-birit, Ernest berangkat ke RS dan menemani Meira melahirkan. Meira pun melahirkan seorang bayi perempuan bermata sipit. Meski anaknya tampak sangat Cina seperti ayahnya, tapi Ernest sangat bahagia. Kehadiran anaknya telah memberinya begitu banyak kehangatan yang membawa keberanian untuk menghadapi hidup, walaupun hidup ini banyak tantangannya.

Akting dari seluruh pemerannya pun saya acungi jempol. Ernest sendiri yang memerankan dirinya tentu tidak menemui kesulitan berarti, namun ada beberapa scene yang menunjukan bahwa Ernest masih harus banyak belajar dalam dunia akting. Lala Karmela yang memerankan Meira, istri dari Ernest justru membuat saya terkesima sepanjang film, bukan(hanya)karena kecantikannya, namun chemistry yang ia jalin dengan Ernest sebagai sepasang suami-istri dapet banget, selain itu pembawaan karakter yang dilakukan Lala sangatah menyatu dengan setiap adegan yang ia mainkan.

Patrick, sahabat Ernest yang diperankan oleh Morgan Oey membuat saya mengamini ribuan kali keputusannya keluar dari SM*SH, karena kualitas akting dari Morgan disini semakin menunjukan kestabilan dan mengarah pada peningkatan dari 2 film terdahulunya, “Assalamualaikum Beijing” dan "Air Mata Surga". "Filosofi tokai” yang ia ungkapkan dalam beberapa scene film dengan penuh penghayatan membuat saya tidak mampu menahan tawa. ​ 

Pemeran pembantu lain pun memberikan kemampuan terbaiknya, seperti Ferry Salim dan Olga Lydia yang memerankan Ayah dan Ibu dari Ernest, lalu Kevin Anggara dan Brandon Salim yang memerankan Ernest dan Patrick ketika masih remaja, bahkan Ge Pamungkas yang memerankan teman kantor Ernest, yang meskipun hanya ada dalam beberapa scene, mampu menancapkan kesan “annoying”. Jangan lupakan juga Budi Dalton dan Ade Fitria, yang berperan sebagai Ayah dan Ibu Meira yang dalam setiap scenenya membuat saya terpingkal karena jokes sunda-nya.

Bagi saya pribadi, meskipun masih terdapat sedikit plot hole (seperti ketika pertama kali Ernest masuk SD dan bertemu Patrick, ia mendadak mengucapkan "terima kasih", padahal ia baru saja bertatap muka dengan Patrick. kan misalkan nih kita baru pertama bertemu seseorang langsung mengatakan "terima kasih"?), dan cerita yang seolah dipercepat ketika momen PDKT Ernest dan Meira, satu moment paing asik di fim ini adalah ketika ernest & meira lagi di mobil trus tiba2 si meira se akan2 memancing ernest untuk segera nembak dia biar cepet jadian yang ga usah pake acara basa basi segala “kalo kamu senang/ suka dengan lawan jenis udah lah ungkapin aja soal ntar awet atau ngga nya suatu hubungan ya balik ke diri kita masing masing”, secara overall Ernest sukses dalam film perdananya. 

Sisi dramatis dan melankolis mampu dipadukan dengan maksimal dengan balutan komedi. Film ini mampu membuat penontonnya tertawa dengan ikhlas dengan jokesnya, dan satu hal yang dapat saya tarik  sebagai kesimpulan dari film ini, “kehidupan selalu memberi sisi “gelap” yang terkadang sulit untuk dilepaskan, tetapi untuk menyelesaikannya, menghindar bukanlah cara yang tepat. Sometimes you just have to laugh at it, so you could see the “problem” from a different perspective, dan cara Ernest menertawakan “kemirisannya” dan meracuni para penonton untuk melakukan hal yang sama, saya anggap sukses.

No comments:

Post a Comment

Designed By Published.. Blogger Templates | HasilNonton